Maykel A. J. Karauwan
Abstract
In 1999 mangrove forest in Indonesia is about 8.60 million hectares, from these about 5.30 million hectares were destroyed mainly due to its conversion into rural settlement, industrial area, and brackish water pond. Mangrove has very strategic functions in term of its influence to the coastal ecosystems in attempt to suitable environment for the aquatic organisms. The intensive mangrove destruction, coincided with the accumulation of organic material from feed residue and shrimp feces from intensive shrimp farming, was presumed to contribute to the rising of pathogenic bacteria in shrimp culture. The ecological balance of coastal ecosystem will be stable if the mangrove existence was preserved because of it’s naturally function as biofilters, chelating agent, and pollution trap. Many species of gastropod and crabs as deposit feeders, and many species of bivalvia filter feeders were also found in mangrove. All of these will contribute to the high capacity of mangrove as natural biofilters. Various fish species including herbivore, omnivore, and carnivore fishes will be grazing in the mangrove waters on high tide.
Kata kunci : Mangrove, Condition, Pemanfaaatan
Pendahuluan
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Pada umumnya mangrove tumbuh di pantai-pantai yang terlindung, muara sungai, goba atau “lagoon”, yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Nybakken, 1988). Ekosistem mangrove berperan penting sebagai pelindung dan stabilisator garis pantai, pengumpul lumpur dan pembentukan lahan, habitat alami berbagai satwa liar dan merupakan daerah asuhan beberapa hewan akuatik. Selain itu hutan mangrove didayagunakan manusia sebagai sumber makanan, obat-obatan serta bahan-bahan untuk keperluan rumah tangga seperti kayu bakar, bahan bangunan, perabot rumah tangga dan lain-lain, (Dahuri dkk. 1996).
Luas hutan mangrove di seluruh Indonesia tercatat 3.735.250 hektar dan areal seluas itu sekitar 35.85 % terdapat di Papua, Kalimantan 30.51 %, Sumatera 22.82 %, Sulawesi 6.71 %, Maluku 3.98 %, Jawa 0.90 %, Bali dan Nusa Tenggara 0,43%. Luas hutan mangrove di Sulawesi Utara sekitar 28,000 Ha (DIRJEN INTAG dalam Rahim 2002). Berdasarkan kajian komunitas mangrove, di Sulawesi Utara ditemukan 17 jenis mangrove dari 9 Famili dimana jenis yang dominan ditemukan adalah Rhizophora, Bruguiera, (Famili Rhizophoraceae), dan Sonneratia (Famili Sonneatiaceae). Mangrove terdapat di Taman Nasional Bunaken dengan luas total + 1.800 ha, dengan rincian yang mengelilingi Pulau Mantehage (1.435 ha) dan di sebagian tempat Pulau Bunaken (76 ha), Pulau Manado Tua (7.7 ha), pulau Siladen dan Pulau Nain (7 ha). Selain itu pesisir bagian utara Molas – Wori terdapat hutan mangrove seluas 235 ha, dan di Pesisir Arakan Wawontulap seluas 933 ha. Selain itu, Desa Sapa dan Boyong Pante yang juga berada di bagian Utara Minahasa terdapat mangrove walaupun dalam jumlah spesies yang relatif sedikit 5 spesies dan jenis dominan Sonneratia (Anonimous 2002).
Metode Penelitian
Lokasi Pengamatan
Lokasi pengamatasi pengamatan terletak di Teluk Manado (Desa Tongkeina-Molas dan Meras). Ketiga lokasi ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bunaken. Gambar berikut ini menampilkan sebaran mangrove di lokasi pengamatan.
Gambar 1. Peta sebaran Mangrove di Teluk Manado (Sumber : Peta GIS 2002 hasil olahan)
Teknik Pengamatan dan Analisis
Untuk melihat laju perubahan kondisi ekosistem mangrove maka digunakan analisis citra digital hasil olahan sebagai pembanding kondisi tahun 1994 dan 2004.
Untuk melihat tipe fungsional dari hutan mangrove yang menjadi fokus kajian maka digunakan metode transek kuadran. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan transek garis kuadran dengan jarak 50 meter dan tiap petak kuadran berukuran 10 m x 10 m sebanyak 5 plot kuadran
Formula yang digunakan untuk menghitung kepadatan berdasarkan Krebs (1989).
Kerapatan Spesies (Di)
Di = ni / A
Keterangan : Di = Kerapatan spesies i,
Ni = Jumlah total individu dari spesies i
A = Luas area total pengambilan contoh
Kerapatan Relatif Spesies (RDi)
RDi = (ni /n) x 100
Hasil dan Pembahasan
Kecamatan Bunaken merupakan wilayah kecamatan terluas di kota Manado, yang memiliki beranekaragam ekosistem pesisir yang lengkap yang salah satunya adalah ekositem mangrove. Hasil deteksi perubahan luas hutan mangrove dengan menggunakan analisis citra digital maka dibandingkan luas kawasan mangrove pada lokasi molas sampai dengan wori sebelum reklamasi tahun 1994 dan sesudah reklamasi tahun 2002. Tabel Berikut ini menampilkan Laju deforestasi mangrove di Pesisir Utara Teluk Manado (Molas-Wori).
Tabel 1. Laju deforestasi mangrove di Pesisir Utara Teluk Manado (Molas-Wori)
Lokasi Luas Mangrove (ha) Selisih
(ha) Laju deforestasi
(ha/thn)
Tahun 1994 Tahun 2004
Molas - Wori 234.96 115.95 119.01 14.88
Sumber: Data sekunder dan hasil analisis
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut maka luas kawasan mangrove yang saat ini berkisar 119.01 ha, dengan laju deforestasi 14.88 ha/thn. Hal ini dikarenakan pengembangan wilayah reklamasi pantai sangat berpengaruh terhadap pembangunan daerah sekitarnya. Pengaruh tersebut memberikan perubahan luas yang signifikan terhadap ekosistem terutama Mangrove. Banyak kawasan mangrove di tebang untuk pembangunan resort, dermaga dan lahan untuk tambak. Gambar berikut ini merupakan salah aktivitas pembukaan kawasan mangrove untuk pembangunan darmaga di desa Molas.
Gambar 2. Pembangunan Darmaga dan Resort di daerah Molas Kecamatan Bunaken
Hasil pengamatan dan analisis vegatasi mangrove ditampilkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Jumlah jenis mangrove, kanopi dan total anakan di Kecamatan Bunaken sesudah reklamasi di Teluk Manado
Lokasi Kanopi
(%) Total
Jumlah
Anakan Salinitas
(o/oo) Jumlah/Jenis Pohon
(area sampling 0 – 50 meter)
Sonneratia alba
(posi-posi) Bruguiera gymnorrhiza
(Makurung Laut) Rhizophora mucronata
(Lolaro) Ceriops tagal
(Ting Biasa) Avicennia marina
(api-api) ∑
Tongkeina 55 95 30 26 14 - - 2 42
Meras 48 35 31 16 - 7 7 10 40
Molas 32 55 30 3 - 11 23 16 53
Sumber : Hasil olahan data primer
Jenis mangrove yang terindentifikasi berada di lokasi pengamatan terdiri atas 5 jenis dengan jumlah anakan 185 seperti yang terlihat dalam tabel 15 di atas. Hasil perhitungan jumlah pohon untuk masing-masing lokasi yaitu Tongkaina memiliki jumlah pohon 42 dengan jenis tertinggi adalah Sonneratia alba dan terendah adalah Avicennia marina 2 pohon. Pada daerah Molas, diperoleh jumlah sebanyak 53 pohon dengan jenis tertinggi Ceriops tagal 23 pohon dan terendah adalah Sonneratia alba hanya 3 pohon. Untuk lokasi Meras jumlah pohon sebanyak 40 dengan jenis tertinggi adalah Sonneratia alba dan yang terendah Rhizophora mucronata dan Ceriops tagal 7 pohon.
Tabel 3 berikut ini menampilkan tingkat kepadatan individu dan kepadatan relatif pada masing-masing lokasi penelitian.
Tabel 3. Kepadatan individu (ind/m2) dan kepadatan relatif (%) mangrove di ketiga lokasi pengamatan.
Lokasi Jenis Pohon (Nama lokal)
Sonneratia alba
(posi-posi) Bruguiera gymnorrhiza
(Makurung Laut) Rhizophora mucronata
(Lolaro) Ceriops tagal
(Ting Biasa) Avicennia marina
(api-api) ∑
1 Tongkeina
Kepadatan (ind/m2) 0.52 0.28 - - 0.04 0.84
Kepadatan Relatif (%) 61.90 33.33 - - 4.76 100
2 Meras
Kepadatan (ind/m2) 0.32 - 0.14 0.14 0.2 0.80
Kepadatan Relatif (%) 40.0 - 17.5 17.5 25 100
3 Molas
Kepadatan (ind/m2) 0.06 - 0.22 0.46 0.32 1.06
Kepadatan Relatif (%) 5.66 - 20.75 43.40 30.19 100
Sumber : Hasil olahan data Primer
Kepadatan individu untuk lokasi penelitian di Tongkeina ditemukan 3 jenis mangrove dan yang yang tertinggi Sonneratia alba dengan nilai 0.52 ind/m2 dengan kepadatan relatif 61.90%, sedangkan untuk nilai terendah Avicennia marina dengan kepadatan 0.04 ind/m2. Sedangkan untuk lokasi penelitian di desa Meras dan Molas di temukan 4 jenis individu mangrove. Tingkat Kepadatan individu tertinggi untuk Lokasi Meras adalah Sonneratia alba 0.32 ind/m2 dengan kepadatan relatif 40% dan yang terendah adalah jenis Rhizophora mucronata dan Ceriops tagal 0.14 ind/m2, yang kepadatan relatifnya adalah 17.5%. Berbeda pula dengan lokasi Molas, kepadatan individu yang tertinggi adalah Ceriops tagal 0.46 ind/m2, dan kepadatan relatif 43% dan yang terendah adalah Rhizophora mucronata dengan kepadatan individu 0.06 ind/m2 dan kepadatan relatifnya 5.66%.
Tutupan kanopi tertinggi terdapat di daerah Tongkaina 55% (Kategori B 50%-74%), Kondisi mangrove yang terdapat di kawasan Tongkaina masih dalam kondisi baik dan juga merupakan Hutan Taman Negara dan ketiga lokasi ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bunaken. Selanjutnya kondisi mangrove yang terendah di daerah Molas dan Meras masuk Kategori C 25%-49%.
Gambar 3. Kondisi Mangrove di kecamatan Bunaken Berdasarkan Tutupan Kanopi
Simpulan
1. Terindentifikasi memiliki jumlah anakan 185 dan 5 jenis mangrove yaitu Avicennia marina, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, Ceriops tagal. Kondisi mangrove berdasarkan tutupan Kanopi masih dalam keadaan baik terutama di daerah Tongkaina 55%, tetapi di daerah Molas dan Meras hanya
2. Sebaran mangrove umummya terdapat di bagian utara Teluk Manado kecamatan Bunaken, terindentifikasi kondisi mangrove mengalami penurunan akibat pemanfaatan lahan dengan pembukaan tambak, resort dan darmaga. Sedangkan untuk ekosistem lamun dikhawartirkan akan mengalami penurunan akibat tingkat sedimentasi yang tinggi di kawasan ini.
Daftar Pustaka
Anonimous, 2002. Proposal Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Kabupaten Bolaang CRITC (Coral Reef Information and Training Center). 2000. Survei Potensi Mangrove, Lamun, dan Terumbu Karang, di Pesisir Aerbanua (P. Talise), Kahuku (P. Bangka), Rumbia, Minanga, Sapa, dan Boyong Pante. Laporan Penelitian. Kerjasama dengan Proyek Pesisir (CRMP) Sulawesi Utara.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., & M. J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta. 305 hal.
Rahim, M., 2002. Telaah Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove Di Perairan Pesisir Desa Pinasungkulan Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT. Manado
Krebs, C. J., 1989. Ecological Methodology. University of British Columbia. Harper Collins Publishers.
Nybakken, J., 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit Gramedia-Jakarta. 459 halaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar