ISSN : 1978-452X

JURNAL EKOWISATA Memublikasisikan tulisan hasil-hasil penelitian dan pemikiran yang berhubungan kepariwisataan, sekaligus mendorong upaya-upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan berkelanjutan.

Kamis, 03 Maret 2011

POTENSI DAS TONDANO DALAM PENGEMBANGAN WISATA KOTA MANADO


By
Benny I Towoliu, SE & Pearl L. Wenas, SE, MSi
( Dosen Pada Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Manado Telp 081340034007-085256940600 )
Abstract

Tondano river is one of three the longest river in north Sulawesi ,it is 41.10km. The river is started flow from Tondano lake until Manado beach. Even the name is Tondano River that is taken from capital city of Minahasa region, but the that position is very potential in Manado. Its located too strategic, across in the midle of Manado city. Surely beautiful city will be influenced of coastal area. As city that declare tourism is priority program, development of coastal river for tourism city is the alternative to establish local potential unique toward benefit of stake holders.
Keyword ; Tondano river and tourism city.
Dalam beberapa tahun terakhir kota-kota besar di dunia mulai meraih kembali sungai untuk objek wisata kota. Hal ini juga didorong oleh kecenderungan pergeseran dari ekonomi yang mengandalkan kegiatan manufaktur ke ekonomi yang mengandalkan kegiatan informasi dan jasa seperti pariwisata.
Indonesia, yang memiliki banyak kota sungai, sebenarnya mencanangkan pariwisata untuk menjadi penghasil devisa terbesar. Namun pengembangan wisata kota belum banyak berkembang karena pembangunan dan pengembangan kota sendiri biasanya sudah dibebani dengan berbagai permasalahan yang rumit seperti tingginya populasi, perumahan kumuh, penyediaan lapangan kerja dan lainnya.
Keberadaan sungai-sungai di Indonesia tetap memegang peranan sangat penting dalam kehidupan kota masa kini. Sebagai contohnya, Kota Samarinda dengan Sungai Mahakam serta Palembang dengan Sungai Musi
Sungai tersebut tentunya memberikan beragam kepentingan, seperti air bersih, pembangkit listrik, irigasi, rekreasi bahkan untuk tempat pembangunan limbah. Dengan pertumbuhan kota yang cepat dan populasi penduduk yang terus meningkat, pengalokasian penggunaan air untuk pertanian, industri, persediaan air perkotaan dan sanitasi, perikanan, navigasi dan transportasi, pembangkit tenaga listrik, pelestarian lingkungan, dan rekreasi menjadi semakin pelik karena terbatasnya sumber air dan meningkatnya polusi.
Ironisnya, peranan vital sungai seringkali tidak tercermin dalam pemeliharaan itu sendiri. Sungai lebih menjadi daerah belakang yang berfungsi menjadi tempat pembuangan sisa aktifitas manusia sambil sekaligus menjadi gantungan kehidupan masyarakat kota.
Hal ini diperparah dengan semakin rusaknya daerah penyangga kota dan hutan-hutan yang merupakan sumber air. Kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan sungai pun sangat rendah sehingga perlakuan terhadap sungai pun tidak mendukung kelangsungan keberadaan sungai yang berkualitas baik.
Sungai untuk Wisata Kota ?
Dengan kondisi sungai yang meng-khawatirkan, penataan kembali sungai dan daerah tepiannya untuk wisata kota memang bukan pekerjaan kecil. Namun sungai memiliki potensi yang multi dimensi sehingga pengembangan sungai untuk objek wisata kota tidak hanya semata-mata untuk alasan ekonomi saja, tapi juga akan mengubah cara memandang masyarakat kota akan keberadaan sungai yang pada akhirnya bisa meningkatkan kualitas sungai yang melestarikannya.
Jansen-Verbeke (1986) mengelompokkan suplai wisata kota menjadi :
1. Elemen primer yang terdiri dari:
- Activity place, keseluruhan feature di dalam kota, terutama daya tarik utama
- Leisure setting, termasuk elemen fisik dalam lingkungan binaan dan karakter sosio-kultural
yang memberikan suatu citra kota yang kuat dan 'sense of place'.
2. Elemen sekunder terdiri dari :
Fasilitas pendukung dan jasa yang dikonsumsi selama kunjungan wisatawan (seperti hotel, katering, fasilitas perbelanjaan) yang membentuk pengalaman wisatawan akan ketersediaan jasa di kota yang bersangkutan.
3. Elemen tambahan/pendukung terdiri :
Infrastruktur yang mengkondisikan kunjungan seperti ketersediaan area parkir, transportasi, jasa-jasa khusus wisata (seperti pusat informasi wisata dan petunjuk jalan wisata).
Maka keberadaan sungai sangat berpotensi untuk menjadi elemen primer karena secara fisik sungai yang mengalir atau melalui sebuah kota memberikan suatu setting alam dan binaan dengan citra dan 'sense of place' yang kuat dan bisa menjadi titik tolak pengembangan wisata kota. Identitas kota pun akan secara jelas muncul. Istimewanya, sungai juga memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara kota dengan sungai itu sendiri sehingga dapat melibatkan masyarakat dalam aktifitas-aktifitas yang beragam.
Pengalaman beberapa kota mengembangkan daerah sisi sungainya untuk kegiatan wisata menimbulkan aktifitas ekonomi seperti perhotelan, rumah makan, perkantoran, pertokoan, dan perumahan. Kawasan Inner Harbar di Baltimore, Amerika Serikat seringkali dianggap sebagai salah satu contoh terbaik dari revitalisasi daerah pinggiran laut. Pembangunan yang merupakan kerjasama antara pemerintah dan swasta ini berhasil membuat suatu daerah pertokoan dengan warung-warung makanan, toko-toko khusus, galeri dan kafe yang dikunjungi terus menerus oleh ratusan pengunjung baik pengunjung lokal (masyarakat kota) maupun wisatawan dari luar kota, per hari selama 12 bulan per tahun tanpa mengenal musim kunjungan wisata.
Contoh lain adalah kota Bangkok yang bertahun-tahun harus menghadapi masalah polusi dan kekumuhan daerah pinggiran sungainya. Bangkok kemudian mulai membalik cara pandang dan menjadikan daerah pinggiran sungai sebagai aset. Sampan dan perahu mulai memenuhi kembali sungai dan sejalan dengan itu restoran, pertokoan, hotel, sehingga perumahan pun mulai tumbuh kembali. Dalam kasus seperti ini bisa saja elemen sekunder menurut Jansen-Verbeke ini menjadi elemen primer seperti dikatakan oleh Shan dan Williams (1989).
Selain Bangkok Singapura sebagai salah satu negara maju untuk kawasan ASEAN, ASIA bahkan dunia memanfaatkan sungai sebagai areal khusus untuk jalur lalu lintas air (River Taxi) ini pun sebagai alternative mengatasi crowded-nya lali lintas darat akibat perkembangan kepemilikan kendaraan.
Selain fungsi ekonomi seperi dicontohkan di atas, penataan daerah pinggiran sungai bisa juga dilakukan dengan tujuan lain seperti pelestarian lingkungan, pelestarian budaya, sejarah dan lain-lain. Sungai Thames di London berhasil mengembalikan ikan salmon dan ikan-ikan lainnya dengan memperbaiki kualitas lingkungan air sungainya.
Aset lain yang tidak boleh dilupakan adalah kehidupan sosial dan budaya di sepanjang aliran sungai yang unik. Aliran sungai yang panjang memungkinkan terjadinya ekosistem. Budaya, cara hidup yang unik (L. Azeo Tore, 1989). Kota-kota tua di Indonesia pun banyak berkembang di pesisir pantai dan sungai berkembanga dengan karakter hetero-genetik. Kota-kota ini menjadi tempat pertemuan berbagai bangsa, tradisi budaya dan bahkan agama. Masyarakat yang tumbuh di daerah pesisir pantai dan tepian sungai pada saat itu pun kemudian berkembang dengan karakter yang kosmopolitan (Redfield dan Singer, 1954). Bahkan di daerah tertentu sungai sudah menjadi ciri kehidupan masyarakatnya. Sungai Musi dengan riverine culture-nya memperuntukkan daratan untuk penguasa dan perairan untuk rakyat.
Dari penjabaran di atas dapat dilihat beberapa pembangunan wisata kota dengan menjadikan sungai sebagai objek utama sangat berpotensi untuk meningkatkan citra khusus dari suatu kota. Begitu banyak aspek yang selama ini jarang diperhatikan dan terlupakan dalam pembangunan kota, seperti akar budaya lokal dan sejarah, yang dapat diangkat menjadi sesuatu yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tapi juga secara sosial, budaya, lingkungan bagi kalangan swasta, pemerintah, dan masyarakat kota tersebut. Rino Bruttomesson, Direktur dari The Cities on Water Centre, di Venesia, bahkan menggarisbawahi pentingnya originalitas dalam penanganan daerah tepian sungai . Menurutnya, penataan daerah tepian sungai sebaiknya tidak hanya diperuntukkan untuk dinikmati wisatawan saja, tapi juga untuk dinikmati masyarakat kota. Dengan demikian juga untuk dinikmati masyarakat kota. Dengan demikian masyarakat kota akan tumbuh rasa memiliki yang akan mendorong untuk merawat sungai dan kotanya.
Potensi Sungai Tondano …?
Sulawesi Utara sendiri memiliki banyak sungai yang membelah tiap-kota dan kabupaten kota. Tidak seperti di kota besar lainnya di Indonesia yang rata-rata sungainya sangat lebar dan memiliki potensi yang sungguh signifikan bagi masyarakat yang tinggal dipesisirnya, namun ada beberapa sungai yang bisa berpotensi memberikan kontribusi terhadap keindahan kota jika ditata atau dimanfaatkan dengan baik atau justru memperburuk wajah kota jika dibiarkan. Setidaknya ada tiga sungai yang bisa menunjukkan potensi wisata yang baik di Sulawesi Utara tanpa melupakan sungai kecil yang lain seperti : Sungai Ranoyapo, Sungai Poigar dan Sungai Tondano. Tiga sungai ini dikatakan berpotensi dikarenakan selain panjang, memiliki debit air yang cukup serta membelah langsung tengah kota / kabupaten, seperti halnya Sungai Tondano..
Sungai Tondano sendiri adalah sungai yang memiliki panjang 41,10 Km yang merupakan ketiga terpanjang sesudah sungai Ranoyapo (53,80Km) yang bermuara di teluk Amurang dan sungai Poigar (50,40Km). Sungai Tondano bermuara di kota Manado tepatnya di daerah pasar Bersehati manado yang dulunya dikenal dengan sebutan Pasar Jengky; sehingga muara dari DAS ini dikenal dengan sebutan Kuala Jengky. Posisi Sungai Tondano ini memanglah sangat strategis yaitu memotong tengah Kota Manado, sehingga ketika arah kemajuan pengembangan kota mulai ditata dan dikembangkan, maka tentunya keadaan sungai ini pula akan sangat menentukan keindahan kota.
Memang tidak bisa di pungkiri sejak beberapa tahun terakhir ini di mulai 30 nopember 2000 banjir besar yang hampir ¾ kota Manado terendam banjir serta tanah longsor. Dan hampir setiap dua tahunan kota manado selalu mengalami banjir walaupun tidak separah kota Jakarta. Namun ini tentunya memberikan peringatan bagi kita bahwa jika hal ini dibiarkan bukan tidak mungkin sungai Tondano kelak akan memberikan bencana yang besar dikemudian hari jika tidak perhatikan.
Penataan kembali Sungai
Pembangunan kembali sungai sebagai objek wisata kota harus dilakukan dengan kerjasama antara pemerintah, pengusaha swasta dan masyarakat. Dukungan yang kuat dari pemerintah daerah merupakan hal yang vital. Pemerintah harus bersiap untuk membiayai pembangunan infrastruktur tanpa akan mendapatkan pengembalian "modal" sampai bertahun-tahun kemudian. Bila kita kembali merujuk pada kerangka Jensen-Verbeke dapat dilihat bahwa elemen infrastruktur merupakan elemen integral dari pembangunan wisata kota. Ketidaktersediaan infrastruktur yang baik akan menyebabkan tidak bisa berkembangnya semua pembangunan fisik serta aktifitas wisata yang menyertainya. Pemerintah daerah harus terbuka pada ide-ide baru, mendorong kreatifitas, fleksible dan mau menciptakan suatu suasana kerja yang mengerti jiwa wirausaha dari para pengusaha tanpa melupakan fungsi sebagai penentu kebijakan. Kegiatan seperti lomba International desain pembangunan wisata di Sungai Musi yang merupakan kerjasama pemerintah daerah setempat dengan kalangan swasta dan akademis merupakan salah satu contoh usaha membuka pintu terhadap ide-ide segar.
Penataan daerah pinggiran dengan membangun bronjong untuk menahan tanah longsor serta kampanye kedasaran pada masyarakat Manado dan sekitarnya dengan pemasangan tanda larangan untuk tidak membuang sampah di sungai merupakan terobosan yang baik untuk kemajuan kota. Namun perlu juga dipikirkan ke depan pemanfaatan aliran airnya sebagai arena festival atraksi wisata yang pada kenyataannya lebih dirasakan lagi fungsi dan kegunaan Das ini yang pada akhirnya Masyarakat tentunya akan sadar menata daerah belakang ini serta bersama-sama menjaga kebersihan dan bukan tidak mungkin dikemudian hari daerah belakang ini akan menjadi daerah depan.
Das for Sport actraction
Karena melihat ukuran lebar sungai yang tidak seperti sungai-sungai yang ada di Kalimantan serta Sumatera yang lebar yang telah dijadikan sebagai jalur transportasi air, maka pemanfaatan ke depan DAS Tondano ini sebagai atraksi wisata yang arahnya lebih ke sport seperti festival kano dan kayak yang jika diagendakan bukan tidak mungkin kedepan menjadi Das untuk Sport Tourism.
Sebagai daerah yang sedang menggalakkan pariwisata, pengembangan daerah tepian sungai untuk wisata kota merupakan suatu alternatif yang dapat mengangkat potensi asli daerah untuk keuntungan semua pihak. Tinggal bagaimana pihak-pihak terkait menyatukan pikiran untuk menghasilkan sesuatu yang baik dan berkelanjutan.
..,,..
Daftar Pustaka :
http://www.terranet.or.id
Halim, D.K. 2008. PSIKOLOGI LINGKUNGAN PEROTAAN . Sinar Grafika. Jakarta.
Ramly, Nadjamuddin. 2007. PARIWISATA BERWAWASAN LINGKUNGAN. Belajar Dari Kawasan Wisata Ancol. Grafindo Khazanah Ilmu. Surabaya
Wenas Jessy. 2007 Sejarah Dan Kebudayaan Minahasa, Institut Seni Budaya Sulawesi Utara-Manado

Tidak ada komentar:

Posting Komentar